Upaya Menghadapi dan Memaknai Pandemi Covid-19
Pokok bahasan saat ini pastinya hal terkait dengan Virus Corona. Bagaimana tidak sampai saat ini sudah terkonfirmasi 514 pasien (64 kasus), 437 orang dalam perawatan, , 48 orang meninggal, 29 orang sembuh dan tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah.
Seluruh dunia khawatir, kita tidak tau virus itu mengancam individu masing-masing. Ikhtiar harus terus ditingkatkan, berdoa, dan mengikuti anjuran pihak-pihak yang berwenang agar terhindar dari pandemi ini.
Info virus kian viral, kelangkaan hand sanitizer dan masker makin tinggi, termometer harganya makin meroket. Adapun barang-barang tersebut banyak diiklankan di marketplace kita harus sabar menunggu 2-3 minggu. Ujung-ujungnya kembali lagi kepada pengendalian diri dan keuangan :).
Sekalipun sulit ikhtiar harus terus diupayakan, jangan sampai berhenti. Namun ikhtiar tersebut harus mengikuti regulasi / aturan yang berlaku. Langkah sederhana saat ini yaitu tinggal atau bekerja dari rumah.
Virus Covid-19 | Dinkes |
Pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang itu sudah baik, sudah membuat aturan tentang pandemi ini, namun kadang kita sendiri yang tidak bisa mengendalikan diri. Saat diberlakukan aturan, dianggap kesempatan untuk bersantai atau berlibur keluarga akhirnya aturan yang ditetapkan tidak efektif.
Peran pemerintah memang sangat berperan penting saat ini. Regulasi yang tegas dan memaksa akan menciptakan kedisiplinan untuk kondisi Indonesia saat ini. Bagi orang tertentu regulasi dapat dijalankan dengan baik, akan tetapi untuk masyarakat yang lain akan berlaku lain pula. Bukan tidak mau mentaati akan tetapi terpaksa harus "melanggar aturan".
Bagi mereka yang memiliki pandangan baik, regulasi saat ini merupakan aturan yang harus ditaati dengan baik. Hasilnya positif demi kebaikan dirinya dan orang lain.
Lain halnya bagi mereka yang berfikiran sempit regulasi ini hanya sekedar "himbauan semata", mereka dapat memanfaatkan kesempatan yang selama ini ada dihadapannya. Mereka tidak memperhitungkan resiko jangka panjang untuk dirinya maupun orang lain.
Bagi mereka yang memiliki pikiran baik akan tetapi memiliki keterbatasan dalam masalah finansial (kurang beruntung), hal ini pun menjadi tidak efektif. Kehidupan mereka harus memilih, jika mengikuti regulasi saat ini keluarga menjadi terbengkalai.
Kemungkinan besar bagi mereka yang tidak beruntung keputusan akhirnya adalah tetap menjalankan kesehariannya seperti biasa demi kehidupan keluarga, virus corona hanya sebatas nasib. Jika nasib baik tidak akan menimpa dirinya, jika nasib kurang baik, nyawa menjadi taruhan bagi keluarga.
Setelah kita membandingkan ketiga kondisi di atas, berada di mana kah posisi kita saat ini? Jika kita berada pada posisi nomor satu. Dapat mengambil hikmah dan bersyukur jika dibandingkan dengan mereka yang berada di nomor dua dan tiga di atas.
Bersyukur masih diberikan rizki yang baik, sehingga kita memiliki pandangan yang baik, kondisi ekonomi yang baik, tempat bekerja yang baik, dan keluarga yang mendukung upaya untuk mengantisipasi pandemi saat ini.
Bersyukur dengan rizki yang diberikan oleh Allah SWT dalam kondisi saat ini kita masih bisa membeli aneka jenis kebutuhan dan hal-hal terkait dengan virus corona tersebut. Mempersiapkannya dengan baik bahkan sampai dengan melakukan stok untuk berjaga-jaga.
Bersyukur atas regulasi yang ditetapkan oleh bisnis atau perusahaan tempat bekerja saat ini yang telah memikirkan resiko besar jika karyawannya terkena dampak virus tersebut.
Bersyukur lagi jika bisnis atau perusahaannya tersebut memberikan berbagai sarana dan fasilitas yang mendukung kita untuk menjaga kesehatan dan ketahanan terhadap pandemi ini.
Bersyukur lagi jika ada aturan khusus atau sistem khusus untuk mempermudah pekerjaan kita saat pandemi ini. Kondisi ini tidak mudah diterapkan di bisnis atau perusaan karena berkaitan dengan biaya dan kondisi organisasi bisnis tersebut.
Setelah kita memiliki rasa syukur tersebut, ikhtiar tersebut dikembalikan kepada individu masing-masing. Saatnya kita sendiri yang menentukan. Mulai dari masalah asupan gizi, kebersihan, kualitas religi, pola hidup, sampai dengan kekuatan mental menghadapi pandemi ini.
Asupan gizi kalau umat Islam sudah 14 abad yang lalu diajarkan tentang makanan dan minuman halalan toyyiban (halal dan baik bagi tubuh), ini bukan hal yang baru. Jika dijalankan kita yakin bahwa akan membawa kebaikan bagi tubuh.
Urusan kebersihan, umat Islam juga sudah diajarkan 14 abad yang lalu. Bagaimana kita menjaga wudhu, menghindari najis, menjaga dari hadas kecil dan besar. Apabila ini sudah dijalankan dengan baik, kita yakin manfaatnya akan sangat baik untuk kesehatan kita.
Kualitas religi (haluminallah), bagi umat Islam sudah menjadi kewajiban menjaga shalat fardu lima waktu. Ditambah dengan shalat sunat yang mengawali dan dilakukan setelah shalat fardu. Jika ini terjaga dengan baik, kita yakin akan sangat baik untuk kualitas keimanan kita.
Selain shalat tadi kita juga punya pedoman hidup yaitu Al-Quran dan Al-Hadis yang setiap kali dapat kita baca dan aplikasikan esensinya dalam kehidupan sehari-hari, jika ini sudah dijalankan dengan baik pastinya akan membawa kebaikan bagi kehidupan kita.
Langkah selanjutnya yaitu habluminannas, yaitu mengatur pola berhubungan dengan orang lain (social disnatancing). Hal ini pun bagi umat Islam sudah diajarkan 14 abad yang lalu, disiplinkan lagi saat berhubungan kita dengan orang lain selamatkan diri kita, kekuarga, dan masyarakat lain agar jalur pandemi ini terputus.
Ikhtiar yang terus harus diupayakan selain poin-poin diatas, jangan sampau lengah kita persiapkan barang-barang yang kita butuhkan untuk menjaga pandemi ini, seperti hand sanitizer, masker, vitamin, dan lain-lain. Jika memang sulit, pergunakan bahan alternatif benda-benda tersebut yang dapat kita buat dengan mandiri di rumah.
Poin terkahir setelah semuanya kita ikhtiarkan, kita serahkan kepada pemilik semua seluruh alam yaitu Allah SWT. Jangan sampai panik, tetap tenang, kita harus yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, keluarga kita, teman-teman kita, dan orang yang ada di sekeliling kita semua atas Qodo dan Qadar-Nya.
Join the conversation